70 TAHUN PERPANI, BAGIAN 2
PERPANI lahir pada 12 Juli 1953 di Yogyakarta. Paku Alam VIII sebagai pendiri dan ketua umum organisasi (1953 – 1977) membawa organisasi tersebut menjadi organisasi panahan Indonesia yang resmi diterima oleh komunitas olahraga nasional maupun dunia internasional.
Jakarta, 02 Juli 2023 – Daerah Istimewa (DI) Yogyakarya menjadi saksi sejarah lahirnya Persatuan Panahan Indonesia (PERPANI), organisasi yang menaungi cabang olahraga (cabor) panahan yang dikenal hingga kini. Sri Paduka KGPAA Paku Alam VIII adalah tokoh penting, yang membidani kelahiran PERPANI. Diawali dari lingkungan Puro Pakualaman, tempat Paku Alam VIII berlatih panahan.
Untuk masyarakat Yogyakarta, Jemparingan, yang dalam menembak dilakukan dengan posisi duduk bersila, sudah bukan sesuatu yang asing. Olahraga tradisional panahan itu memang sengaja didorong oleh Paku Alam VIII untuk dilestarikan dan diwariskan. Sebagai Wakil Kepala Daerah yang mendampingi Sultan Hamengkubwono IX di Yogyakarta, Paku Alam mendidik guru-guru sekolah di Yogyakarta untuk menguasai panahan. Dia juga memasok fasilitas panahan, sehingga olahraga tradisional itu tidak hilang dari akar tradisinya.
Paku Alam VIII sendiri sering berlatih Jemparingan di halaman Puro Pakualaman. Sebagai aristokrat, Jemparingan erat kaitannya dengan kerajaan Mataram. Kerajaan itu yang membawahi hampir seluruh daerah di tanah Jawa pada masanya. Bersama kerabat dan abdi dalem, Paku Alam VIII berlatih Jemparingan di halaman Puro Pakualaman, sesekali disaksikan oleh ibunya Retno Puwoso dan kakeknya Paku Buwono X.
PERPANI lahir sesudah ada Mardisoro, yaitu perkumpulan panahan tradisional Jemparingan yang berpusat di Puro Pakualaman. Kelahiran PERPANI, selain terinspirasi oleh pewarisan Jemparingan, tetapi juga memiliki misi yang jauh lebih besar. Sebagai negara yang baru lahir, awal masa kemerdekaan, pemerintah Indonesia di bawah Soerkarno-Hatta membutuhkan wadah untuk menumbuhkan kecintaan dan rasa kebangsaan pada negara.
Olahraga pada saat itu menjadi character building, yang tidak saja untuk menyatukan negara, tetapi juga mewariskan nilai-nilai perjuangan, kecintaan terhadap tanah air, dan tampil sebagai bangsa yang sehat dan kuat. Apalagi, Indonesia lama kelamaan terus mendapat simpati dan pengakuan dunia internasional, hingga diundang untuk ikut dan berpartisipasi pada event olahraga internasional.
Dengan latar belakang tersebut, lahirlah PERPANI pada 12 Juli 1953 di Yogyakarta. Paku Alam VIII sebagai pendiri dan ketua umum organisasi (1953 – 1977) tersebut, yang dalam peran-peran selanjutnya, membawa organisasi tersebut menjadi organisasi panahan Indonesia yang resmi diterima oleh komunitas olahraga nasional maupun dunia internasional.
Tujuan PERPANI adalah menyatukan semua jenis olahraga panahan di Indonesia dan mewadahi semua kegiatan cabor panahan, termasuk panahan tradisional. Langkah pertama yang dilakukan Paku Alam VIII adalah menghidupkan pelatihan panahan bagi guru-guru di sekolah. Lagi-lagi, dimulai dari Yogyakarta. Paku Alam VIII juga menyelenggarakan perlombaan panahan bagi sekolah-sekolah yang berada di lima Kabupaten di Yogyakarta secara bergiliran.
Dari Yogyakarta, cabor panahan itu akhirnya mengalir ke daerah-daerah lain, terutama di Jawa Timur. Panahan tradisional hidup berdampingan dengan panahan modern, yang datang dengan berbagai inovasi, baik dari sisi peralatan, perlengkapan, maupun teknik memanah. Hal ini karena dipengaruhi juga oleh perkembangan yang pesat di dunia internasional, sejak panahan masuk sebagai salah satu cabor resmi yang diperlombakan di olimpiade pada 1972, di Munich, Jerman. Sebelumnya, cabor panahan dalam status sebagai pertandingan eksibishi sejak olimpiade di Paris, Perancis, pada 1900.
Di Indonesia sendiri, panahan baru diterima di Pekan Olahraga Nasional selepas dari pesta olahraga empat tahunan itu ke-4 di Makassar pada 1969. Artinya, pada PON V di Jakarta pada 1973 hingga saat ini, panahan resmi dipertandingkan di PON. Tetapi, jauh sebelum PON V, PERPANI pernah menyelenggarakan sebuah Kejuaraan Nasional Panahan untuk pertama kalinya di Surabaya, pada 1959. Kejurnas tersebut merupakan salah satu tonggak sejarah dari pengakuan nasional atas cabor panahan di Indonesia.
Kala itu, atlet-atlet panahan masih didominasi dari atlet panahan Pulau Jawa, terutama Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Jarak tembak yang diperlombakan saat itu adalah 50 meter, 40 meter, dan 30 meter. Sayangnya, tidak ada catatan yang dapat dirujuk untuk menjelaskan berapa peserta yang ikut, termasuk gender, dan divisi yang dipertandingkan.
Setelah Kejurnas I, PERPANI kemudian rutin menyelenggarakan Kejurnas berikut. Yogyakarta menjadi tuan rumah Kejurnas II pada 1961, dilanjutkan dengan Kejurnas III di Jakarta pada 1962, dan Kejurnas IV di Jakarta pada 1963.
Sejarah penting dalam perjalanan PERPANI berikutnya adalah bergabungnya organisasi ini menjadi anggota FITA (Federation Internationale de Tir a l’Arc) pada 1959, sebelum akhirnya menjadi World Archery saat ini. Pengakuan internasional itu datang dari peran Paku Alam VIII dan pengurus PERPANI secara rutin menyelenggarakan berbagai turnamen panahan di tingkat nasional.
PERPANI menjadi warga panahan dunia dengan menghadiri kongres FITA yang diadakan setiap satu tahun sekali, dimulai dari Kongres FITA di Brucell tahun 1958 dan berlanjut di Stochom pada 1959. Dengan menjadi warga panahan dunia, PERPANI dapat mengirimkan atletnya berlomba di tingkat internasional. Salah satunya keikutsertaan Paku Alam VIII, bersama putra dan putrinya KPH Anglingkusuma, BRAj Retna Rukminiatlet, dan putera-puteri atlet panahan Jawa Barat dalam kejuaraan panah di Vesteras, Swedia pada 1965.
Donald Djantunas Pandiangan menjadi atlet panahan Indonesia pertama yang tampil di Olimpiade pada tahun 1976 di Montreal. Pemanah yang dijuluki ‘Robin Hood Indonesia’ ini juga membawa Trio Srikandi, Kusuma Wardhani, Lilies Handayani, dan Nurfitriyana Saiman, meraih medali perak di Olimpiade 1988 di Seoul, yang mengawali era medali di Olimpiade bagi Indonesia.
12 Juli 1953, kita mengenang berdirinya PERPANI. 70 tahun sudah hadir dari akar tradisi, budaya, dan sejarah. Cita-cita para pendiri jangan sampai dilupakan. PERPANI ada untuk semua kegiatan cabor panahan Indonesia, baik yang modern maupun yang tradisional. Lebih dari itu, untuk memupuk kecintaan, kebersamaan, kegotongroyongan, yang berakar pada kebhinekaan Indonesia. Demi kejayaan dan harumnya nama Indonesia di kancah dunia.