70 TAHUN PERPANI, BAGIAN 6
Kami sedang membangkitkan kembali panahan. Dimulai dengan keterbukaan informasi, tertib organisasi, dan berupaya menghidupkan kembali pelatih dan klub-klub. Bayangkan, untuk berlatih saja mereka gunakan bantalan dari sabut kelapa yang ditempelkan pada sebuah papan
Jakarta, 09 Juli 2023 – Di balik prestasi atlet panahan, ada banyak tangan yang berperan, di antaranya pengelolaan organisasi yang baik, atlet berbakat, keluarga yang mendukung, fasilitas dan sarana prasarana yang memadai, pelatih yang berkompeten, serta kompetisi yang rutin dilakukan. Namun, apa jadinya, apabila semua hal itu masih merupakan fatamorgana. Kondisi itu bahkan masih terjadi di kala PERPANI tengah menginjak usia 70 tahun dan telah mengirim atletnya lebih dari 10 kali untuk bertanding di level tertinggi Olimpiade.
Hingga usia 70 tahun, PERPANI membawahi kurang lebih 35 Pengprov, yang memiliki masing-masing Pengkab dan Pengcab. Kondisi setiap Pengprov berbeda-beda, baik yang sudah sukses dan minim tantangan, hingga ada yang harus harus merangkak dan melewati jalan terjal untuk sampai mencetak atlet panahan berprestasi.
Ketua Umum Pengprov Perpani NTT Ferianus Boki mengungkapkan, NTT hingga saat ini belum memiliki atlet panahan satu pun. Padahal, potensi atlet panahan NTT tersebar di beberapa daerah, seperti di Pulau Solor dan Pulau Flores. Kebiasaan masyarakat di sana yang sering menggunakan panah untuk berburu dapat dialihkan ke panahan profesional. Namun, jangankan klub, pelatih, peralatan panah, dan fasilitas lapangan pun belum tersedia.
Sosialisasi cabang olahraga panahan, lanjut dia, memang sudah pernah dilakukan di sekolah-sekolah menengah. Hal ini dilakukan bersama-sama dengan Lanudal setempat, yang memiliki pelatih dan peralatan panahan. Namun, sosialisasi itu terputus karena adanya rotasi kepemimpinan, sehingga kegiatan itu hanya dilakukan sporadis.
Sekum Pengprov Perpani Maluku Demianus Sinay, ketika dihubungi terpisah, mengatakan, panahan di Maluku sedang matisuri karena pengelolaan organisasi yang tertutup, minim sekali turnamen panahan di daerah, apalagi mengharapkan adanya keberadaan klub-klub profesional. Karena iklim panahan matisuri, animo keluarga dan masyarakat untuk berkecimpung di panahan profesional menjadi redup. Klub-klub yang sempat hidup dan pelatih-pelatih yang pernah membuka training mundur satu per satu karena kondisi daerah yang belum kondusif.
“Kami sedang berupaya untuk membangkitkan kembali panahan di Provinsi Maluku. Dimulai dengan memberikan keterbukaan informasi, mengelola organisasi panahan dengan tertib, dan berupaya menghidupkan kembali pelatih dan klub-klub. Kami mengharapkan dukungan penuh dari PB, terutama kalau ada kesempatan pelatihan, baik atlet, pelatih, wasit, kami ingin ikut serta melalui jalur yang resmi dan tertib administrasi.Bantu kami untuk membenahi panahan Maluku,” katanya.
Demianus berkisah, untuk ikut serta dalam Kejurnas Junior di Jakarta, Pengprov Maluku mengirimkan lima atlet yang diambil dari salah satu klub yang masih aktif di Kabupaten Aru. Kelima atlet itu akan bermain di Divisi Nasional, untuk kategori U15 dan U18. Atlet yang sama juga diproyeksikan untuk mengikuti ajang PraPON. Keikutsertaannya pada Kejurnas Junior sangat diperlukan untuk melatih mental dan menambah jam terbang. Karena ketiadaan turnamen panahan di Provinsi Maluku.
“Tidak usah dulu berbicara soal persaingan, sudah luar biasa mereka bisa mengikuti turnamen Kejurnas Junior. Karena minim fasilitas, untuk berlatih saja mereka gunakan bantalan dari sabut kelapa yang ditempelkan pada sebuah papan,” katanya.
Pengprov Perpani Sulawesi Barat punya cerita lain dalam menghidupkan animo masyarakat dan mendorong cabor panahan untuk berkembang. Sekum Pengprov Perpani Sulbar Herman Mohctar, ketika dihubungi beberapa waktu lalu, menjelaskan, kendati penduduk Sulbar di bawah dua juta jiwa, animo masyarakat terhadap cabor panahan sudah mulai terbentuk. Hal ini dikarenakan cabor panahan masuk dalam kurikulum ekstrakulikuler di sekolah, untuk level usia SD, SMP, dan SMA.
“Rata-rata di sini dua kabupaten punya dua sampai tiga klub. Semua klub tersebut terhubung dengan program ekstrakulikuler di sekolah. Jadi, tidak ada klub independen. Ini kerja sama yang baik antara Diknas, Dispora, dan Pengurus Perpani Provinsi untuk merakyatkan cabor panahan dan mencetak juara,” katanya.
Pihaknya juga menyelenggarakan pelatihan pelatih, yang diupayakan akan dilakukan rutin tahunan, untuk meningkatkan kompetensi pelatih dan mencetak prestasi atlet panahan. “Kami rindu medali dan bukan piagam penghargaan setiap kali atlet kami bertanding di tingkat nasional. Karena itu, kami adakan pelatihan pelatih agar dapat mencetak atlet berprestasi,” tambah dia.
Dengan keterbatasan yang hampir sama, Pengprov Provinsi Papua memiliki strategi yang berbeda dalam hal mencetak atlet berprestasi dan membentuk animo masyarakat terhadap cabor panahan. Maurits Ottis Mano, official dari Tim Papua yang ditemui pada saat Seleknas awal tahun ini bercerita, Pengprov Papua dalam kondisi serba terbatas, terutama dari sisi ketersediaan peralatan panahan. Divisi Compound dan Recurve membutuhkan dukungan dana yang besar untuk peralatan, sedangkan keluarga-keluarga di Papua rata-rata sudah menyerah duluan jika bicara soal panahan.
Salah satu strategi adalah merekrut atlet-atlet panahan dari provinsi lain, yang kiranya berminat bergabung dengan Pengprov Papua. Dengan strategi tersebut, Papua memiliki perwakilan di pelatnas dengan hadirnya Reza Octavia di Divisi Recurve dan Catur Wuri di Divisi Compound. Keduanya menjadi ikon dari cabor panahan Papua.
“Untuk atlet-atlet panahan dari Papua, kami mendorong atlet-atlet yang terbuang dari sepak bola untuk beralih ke cabor panahan. Mereka sudah miliki modal fisik dari training sepak bola, tinggal melatih teknik dalam memanah,” ujarnya.
Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga memang salah satu yang terpenting dalam meniti karier profesional di cabor panahan. Semakin atlet itu menekuni spesialisasi pada satu divisi, semakin banyak biaya yang dibutuhkan untuk menempa keseriusan menjadi atlet profesional. Total biaya dari peralatan komplit atlet panahan profesional rata-rata di kisaran Rp150 juta. Biaya itu berjenjang dari level Divisi Nasional, Compound, atau Recurve.
Ketua Umum Pengprov Perpani Kepulauan Riau Abdul Razak mengatakan, pihaknya sejak dini sudah membiasakan partisipasi aktif keluarga dalam pola pembinaan para atlet panahan. Misalnya dalam hal keikutsertaan ke ajang Kejurnas Junior 2023, biaya kepergian dan logistik dilimpahkan kepada masing-masing keluarga, termasuk para untuk para official. Pengprov hanya menanggung biaya pendaftaran dan jersey tim.
“Kami harus berbagi beban untuk melakukan kolaborasi bersama-sama dengan keluarga untuk mencetak atlet yang berprestasi. Keterlibatan keluarga menjadi sangat penting dalam perjalanan atlet menuju tangga prestasi,” katanya.
Hal yang sama diungkapkan Sekum Pengprov Perpani Jateng Martin Sudarmono menambahkan, beruntung bahwa Jateng memiliki orang tua yang memiliki kesadaran yang tinggi dalam pengembangan putra dan putrinya menjadi atlet berprestasi. Sejak putra dan putrinya menggeluti salah satu spesialisasi, baik di Divisi Compound maupun Recurve, mereka mendukung dengan menyediakan peralatan profesional yang dibutuhkan. Biaya yang dikeluarkan untuk atlet-atlet muda tidak sedikit, rata-rata berjenjang sekitar Rp5 – 10 juta ke atas.
“Kami selalu biasakan gotong royong dengan melibatkan orang tua dalam setiap tahapan pembinaan atlet berjenjang. Hal ini perlu ditekankan sejak dini agar semua pihak menyadari bahwa mencetak atlet berprestasi itu bukan semata-mata tanggung jawab Pengprov, tetapi kolaborasi banyak pihak, termasuk dari orang tua atlet,” tegas dia.
Demianus menjelaskan, keluarga-keluarga di Maluku belum sampai pada kesadaran di tahap tersebut. Karena atlet-atlet tersebut datang dari keluarga-keluarga biasa, biaya menjadi salah satu persoalan utama. “Ada atlet panahan dari Kabupaten lain, tetapi mereka tidak mau ikut serta memperkuat Provinsi Maluku di turnamen nasional karena alasan biaya. Kecuali kalau ada anggaran yang disiapkan, mereka bakal berangkat. Semua masih bergantung pada Pengprov,” jelasnya.
Sementara itu, Boki berharap, untuk sampai ke tahap mandiri, Provinsi NTT masih belum bisa melakukan hal tersebut. Sama seperti Maluku dan Papua, animo masyarakat terhadap cabor panahan masih di tahap awal. Semua hal berangkat dari keterbatasan, baik lapangan, peralatan panahan, pelatih, apalagi turnamen. Karena itu, pihaknya membutuhkan bantuan dari PB untuk dapat menyelenggarakan eksibisi panahan dan mengadakan pelatihan pelatih untuk mendongkrak anomi masyarakat NTT terhadap cabor panahan. Pertandingan eksibisi, pelatihan pelatih, dan sosialisasi terkait cabor panahan dibutuhkan NTT untuk memperkenalkan panahan profesional di NTT.